Self-quarantine Live: How I Cope with Covid-19 Pandemic
April 15, 2020
How are you? Apa kabar?
Kayaknya pertanyaan di atas jadi pertanyaan paling penting di masa-masa sekarang ini. Saya termasuk orang yang jarang banget nanya kabar, ga pernah basa-basi. Tapi mungkin harus mulai dibiasain. Karena 'apa kabar' sekarang ini bukan semata basa-basi. Orang-orang pasti seneng ditanya kabarnya. Mungkin juga kita perlu nanyain apa kabar lho ke diri sendiri.
Lalu, apa kabarnya diriku?
Ini sudah minggu ke-5 saya nggak masuk kantor. WFH istilahnya, Work from Home. Tapi, karena kantor saya bergeraknya di bidang event, sebenernya kerjaan saya juga jadi jauuuuh berkurang. Mau ga mau, demi keselamatan bersama, event-event atau kegiatan kumpul-kumpul lainnya terpaksa ditiadakan. Dan mau ga mau, setiap harinya saya banyakan nganggur.
Yang paling berasa dari WFH ini, jadwal tidur saya jadi kacau. Dari dulu, saya tipe yang bisa banget begadang tapi ga bisa banget bangun pagi. Pernah maintain bangun pagi setiap hari, terus sekalinya rusak karena kecapekan atau stress, jadi keterusan kacau, bangunnya kembali lagi jadi siang. I hate myself because of this, dan makanya sampai sekarang masih belajar banget biar punya jadwal tidur yang sehat, karena toh saya juga nggak akan muda terus-terusan.
Balik ke judul postingan ini, how do I cope with this self-quarantine situation.
Selama masa pandemi covid-19 ini, saya rasa hampir semua orang dibayang-bayangin pertanyaan, 'kapan sih selesainya coronavirus ini'. Belum lagi ditambah frustasi sama langkah-langkah yang pemerintah kita ambil yang super ngebingungin buat masyarakatnya. Saya nggak akan bahas itu. Di tengah pandemi yang nggak bisa kita kontrol ini, saya lebih milih buat fokus ke hal-hal yang saya bisa kontrol. And, that's how, I think, I cope during this situation.
Creating new plans to do at home
Buat saya yang seorang introvert, diam di rumah kali ini tetep bikin saya cemas karena dibayangi pertanyaan tadi: sampai kapan begini terus? Saya bukan orang yang bosenan. Selama ada internet, saya selalu bisa menghibur diri sendiri. Tapi kali ini tetep aja ada ketakutan, mulai dari takut kena virus, takut orang terdekat kena virus, takut jobless, takut ekonomi hancur, dan takut-takut lain.
Sekarang saya lebih suka mengalihkan diri saya buat mikirin besok mau ngapain, lusa mau ngapain. Takut-takut di atas perlu juga buat dipikirin, tapi saya juga punya kewajiban menjaga kewarasan. Makanya saya lebih banyak menghabiskan energi saya buat mikir, besok mau main The Sims, atau nonton Netflix. Hal nggak penting, kecil, tapi bikin seneng.
Sekarang ini saya jadi hobi lihat-lihat rumah di Pinterest, buat ide ngebangun rumah di The Sims. That what makes me happy nowadays. Ada yang mungkin jadi hobi ngumpulin resep masakan atau coba buat dalgona coffee (pengen banget nyoba tapi nggak punya mixer atau whisk). Mungkin juga ini saatnya buat belajar hal-hal baru, nambah skill, jadi mengurangi ketakutan-ketakutan di atas tadi. Siapa tahu skill barunya malah bisa jadi side job, penghasilan baru.
Stick with day to day goals
Karena nggak ada yang tau berapa lama covid-19 ini berkeliaran di luar sana, saya coba set goal yang nggak muluk tapi sebenarnya berguna, dan biasanya ditelantarkan di hari-hari normal tanpa virus. Saya udah lama banget pengen belajar bangun rumah di The Sims. Akhirnya bisa terlaksana juga. Maaf ya kalau berkali-kali nyebut itu game terus🤭
Saya juga masih usaha buat bisa bangun pagi. Saya pengen ngeblog lagi. Saya pengen yoga setiap hari. Saya pengen selesaiin pekerjaan-pekerjaan yang belum beres. It's all to keep my head busy. Fokus ke hal-hal yang bisa saya lakukan hari ini, besok dan lusa, yang bisa saya ubah supaya jadi lebih baik. Stress memang mikirin gimana kalau bener pandemi ini sampai Agustus, gimana kalau nanti jadi krisis ekonomi. Mungkin energinya bisa dialihkan dari takut jadi mikir apa yang harus dilakukan hari ini dan besok. Berpikir panjang dan muluk justru malah bisa bikin tambah stress, karena pandemi ini situasi luar biasa yang nggak bisa kita kontrol.
Caring for others
I don't believe in karma or sins, but I do believe humans need to help each other to survive. Ini persoalan berbuat baik ke orang lain tanpa mengharap imbalan apa-apa, berbuat salah ke orang lain karena memang dia merugikan buat orang lain.
Awal-awal, banyak berita orang nimbun masker, hand sanitizer buat dijual lagi dengan harga selangit. Nggak lama, banyak juga orang-orang yang panic buying beli beras berkarung-karung, mie berdus-dus, dan di luar negeri orang-orang rebutan beli tisu toilet. Saya pikir ini bukan situasi di mana manusia bisa egois, karena yang harusnya diselamatkan bukan diri sendiri, keluarga sendiri, tapi sistem, gimana caranya manusia bisa selamat dari pandemi ini. Karena sekarang sudah terbukti, mau kaya atau miskin, kalau kena covid-19 sama-sama susah. Apa yang kaya bisa berobat keluar negeri? Nggak bisa. Apalagi kalau sampai kapasitas medis udah nggak mampu, udah kewalahan karena terlalu banyak yang kena virus. Barang-barang timbunan nggak akan nyelamatin kita. Mungkin banyak yang dapat untung gila-gilaan hasil jualan masker, tapi selama pandeminya belum selesai, masih ada kemungkinan buat kena virus, bahkan sampai meninggal.
Harusnya kita lebih fokus gimana supaya ini cepat selesai dan nggak makan banyak korban, mau kaya atau miskin.
Seneng sih sekarang banyak banget campaign buat peduli ke sesama, ada yang traktir ojol makan, atau bagi-bagi sembako. Lama-lama campaign baik ini nutupin juga berita-berita manusia jahat yang ambil kesempatan dalam kesempitan. Atau mungkin mereka juga udah pada sadar kalau manusia butuh kerja sama melawan virus.
Peduli ke sesama juga bikin kita sehat mental dibanding panic buying nyelamatin diri sendiri. Karena rasanya bisa bantu orang itu bikin kita lebih bahagia. Nggak usah terintimidasi sama orang kaya yang udah nyumbang bermilyar-milyar. Juga jangan malah mikir karena saya belum kaya, jadi belum punya kewajiban nyumbang. Kasih tip lebihan ke driver ojol, atau beliin sembako rasanya nggak mahal-mahal amat. Peduli sama orang lain sebenernya buat diri kita sendiri juga. Because we all want this pandemic to end soon.
0 comments